Sistem Informasi Psikologi

Sistem Informasi Psikologi

Selamat datang di blog saya, kali ini saya akan membahas tentang sistem informasi psikologi. Sebelumnya saya akan menjelaskan satu persatu mengenai pengertian sistem, pengertian informasi, pengertian sistem informasi, pengertian psikologi, dan pengertian sistem informasi psikologi.

Pengertian Sistem
Menurut Eriyanto (2004) sistem adalah suatu kesatuan usaha yang terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain yang berusaha mencapai suatu tujuan dalam suatu lingkungan kompleks. Sedangkan menurut Samiaji Sarosa (2009) sistem adalah sekumpulan komponen atau subsistem, sehingga sistem terdiri dari beberapa subsistem dan demikian juga sebaliknya.
Jadi, sistem adalah sekumpulan komponen yg berkaitan satu sama lain yang berusaha mencapai suatu tujuan dalam lingkungan kompleks.

Pengertian Informasi
Menurut Chr. Jimmy. L.Gaol (2008) informasi adalah segala sesuatu keterangan yang bermanfaat untuk para pengambil keputusan/manajer dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang sudah ditetapkan sebelumnya. Kemudian menurut Wiryanto (2004) informasi adalah hasil dari proses intelektual seseorang.
Dapat saya simpulkan bahwa informasi adalah hasil proses intelektual berupa keterangan yg bermanfaat untuk mencapai tujuan.

Pengertian Sistem Informasi
Menurut Hall (2001) Sistem Informasi adalah sebuah rangkaian prosedur formal dimana data dikelompokkan, diproses menjadi informasi, dan didistribusikan kepada pemakai.

Pengertian Psikologi
Menurut Widjono (2007) psikologi berasal dari kata psyche berarti jiwa, dan logos berarti ilmu, psikologi ialah ilmu jiwa. Sementara menurut Heru Basuki (2008) psikologi adalah ilmu pengetahuan (ilmiah) yang mempelajari perilaku, sebagai manifestasi dari kesadaran proses mental, aktivitas motorik, kognitif, dan juga emosional.
Kesimpulannya adalah psikologi merupakan ilmu pengetahuan tentang jiwa yang mempelajari perilaku manusia.

Pengertian Sistem Informasi Psikologi
Dari pengertian-pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa sistem informasi psikologi adalah bidang kajian ilmu yang mempelajari hubungan antara psikologi dengan sistem informasi dimana sistem informasi dapat menyediakan informasi-informasi dan aplikasinya yang berkaitan dengan bidang psikologi.

Itulah informasi yang dapat saya berikan. Saya berharap tulisan ini dapat menambah pemahaman para pembaca mengenai sistem informasi psikologi.

Sumber :

Basuki, A.M.H. (2008). Psikologi Umum. Depok : Universitas Gunadarma.
Eriyanto. (2004). Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Bogor: Grasindo.
Gaol, C.J.L (2008). Sistem Informasi Manajemen. Jakarta: Grasindo.
Sarosa, S. (2009). Sistem Informasi Akuntansi. Jakarta: Grasindo.
Widjono. (2007). Bahasa Indonesia: Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Jakarta: Grasindo.
http://tutisetiyawati.blogspot.com/2012/09/sistem-informasi-psikologi.html
http://ana.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/33562/SISTEM+INFORMASI.ppt

Disusun oleh :

Denny Nurfallah

Rindy Chairunisa

Yolanda Priscaliani

Yosephine Rainda Disca

 

Logoterapi

 

Prof. Viktor E. Frankl adalah seorang profesor dari Fakultas Kedokteran-Universitas Vienna dan juga cukup lama menjadi mahasiswa yang mempelajari filosofi eksistensial.Pada awal 1938 menggunakan istilah ‘Existenz-Analyse’ dalam tulisannya.Beliau memperoleh gelar doktor filosofi, dan juga gelar dokter sebagai neurologis dan psikiater. Kemudian Frankl bekerja sebagai Kepala Poliklinik Neurologik Vienna dan mendapat julukan kehormatan “The Third Viennese School of Psychotherapy”.

 Frankl memperkenalkan logoterapi yang mengakui adanya dimensi spiritual dan memanfaatkannya untuk mengembangkan hidup bermakna (therapy through meaning). Dari asal katanya, logoterapi berasal dari kata ‘logos’ yang berarti ‘meaning’ (makna) dan ‘spirituality’ (kerohanian). Logoterapi digolongkan pada Existential Psychiatry dan Humanistic Psychology

            Viktor Frankl berpendapat bahwa kebutuhan manusia yang lebih mendasar adalah kebutuhan untuk hidup bermakna atau berarti.Keinginan untuk mempunyai maknai merupakan salah satu kekuatan motivasi yang ada dalam diri manusia bahkan lebih mendasar daripada ‘prinsip kesenangan’ (pleasure principle) dari Freud atau ‘keinginan untuk berkuasa’ dari Adler. Menurut Frankl, seseorang akan menjadi sakit apabila dia tidak lagi mempertanyakan keberadaannya. Hal ini terjadi karena dia tidak dapat lagi berfungsi sebagaimana mestinya atau istilah Frankl manusia itu sedang berada di dalam ‘kekosongan eksistensial’

 

1. Ajaran Logoterapi

 

Logoterapi berpandangan bahwa ‘makna hidup’ (the meaning of life) dan ‘hasrat untuk hidup bermakna’ (the will to meaning) merupakan motif azasi manusia yang dapat dilihat dalam dimensi spiritual atau ‘noetic’. Jadi, Frankl berpendapat bahwa ada dimensi lain selain dimensi somatik dan psikis, yaitu dimensi spiritual. Tampaknya Frankl tidak memisahkan antara fisik, psikis dan spiritual seorang manusia dan menganggapnya merupakan satu kesatuan yang utuh.Konflik dasar spiritual yang muncul dari dalam diri seseorang dapat terjadi sebagai akibat ketidakmampuannya untuk muncul secara spiritual mengatasi kondisi fisik dan psikisnya.

Konflik ini tidak berakar pada kerumitan psikologis, akan tetapi terpusat pada hal spiritual dan etis. Apabila terdapat satu konflik spiritual dapat menyebabkan gangguan psikologis (neurosis) yang disebut Frankl sebagai ‘noogenic neurosis’. Terapi ini bertujuan untuk memenuhi doroangan spiritual yang dibawa oleh manusia sejak lahir dengan mengeksplorasi makna keberadaan manusia.

 

2. Ajaran dalam Logoterapi mempunyai 3 landasan filsafat, yaitu :

 

  1. The freedom of will: kebebasan tetapi terbatas, bukan kebebasan dari sesuatu tetapi kebebasan mengambil sikap terhadap sesuatu. Kebebasan yang dimaksud di sini adalah kebebasan yang bertanggungjawab.
  2. The will to meaning : merupakan motivasi dasar manusia. Yang dimaksudkan dengan keinginan untuk bermakna adalah : tertuju kepada hal-hal yang berada di luar diri manusia tersebut, bukan berpusat pada diri sendiri (self-centered)
  3. The meaning of life : dapat ditemukan oleh manusia dalam kehidupannya, termasuk pada saat mengalami penderitaan (rasa bersalah, sakit, kematian). Makna hidup setiap orang sifatnya unik, personal, spesifik, dan temporer. Makna hidup tidak dapat diberikan oleh siapapun, jadi harus ditemukan oleh diri sendiri.

 

3. Logoterapi sebagai Salah Satu Metode Konseling

Dalam logoterapi pasien dibantu untuk menemukan nilai-nilai baru dan mengembangkan filosofi konstruktif dalam kehidupannya. Oleh karena itu, seorang logoterapis tidaklah mengobati gejala-gejala yang tampak pada pasien atau klien secara langsung, akan tetapi mengadakan perubahan sikap neurotik pasien terlebih dahulu. Pasien bertanggungjawab pada dirinya sendiri dan logoterapis memberikan dorongan untuk memilih, mencari dan menemukan sendiri makna konkrit dari eksistensi pribadinya. Seorang logoterapis membantu klien untuk menyusun 3 macam nilai yang akan memberi arti pada eksistensi, yaitu : creative values, experiental values, dan attitudinal values.

Dalam proses terapi, klien diperlihatkan bagaimana membuat hidup menjadi penuh arti dengan ‘the experience of love’. Pengalaman ini akan membuatnya mampu menikmati ketulusan, keindahan dan kebaikan dan mampu mengerti akan manusia dengan keunikan-keunikan pribadinya. Dengan demikian, diharapkan klien dapat melihat bahwa penderitaan mungkin sangat berguna untuk membantunya dalam mengubah sikap hidup.Sebagai contoh, situasi yang tidak dapat diperbaiki yang disebut oleh Frankl sebagai ‘takdir’ mungkin harus diterima. “Dimana kita tidak lagi dapat mengubah takdir dengan perbuatan, apapun keadaannya, sikap yang tepat untuk menghadapi takdir adalah kita harus dapat menerimanya”

 

4. Tahapan Konseling Logoterapi

 

Ada empat tahap utama didalam proses konseling logterapi diantaranya adalah:

  • Tahap perkenalan dan pembinaan rapport. Pada tahap ini diawali dengan menciptakan suasana nyaman untuk konsultasi dengan pembina rapport yang makin lama makin membuka peluang untuk sebuah encounter. Inti sebuah encounter adalah penghargaan kepada sesama manusia, ketulusan hati, dan pelayanan. Percakapan dalam tahap ini tak jarang memberikan efek terapi bagi konseli.
  • Tahap pengungkapan dan penjajagan masalah. Pada tahap ini konselor mulai membuka dialog mengenai masalah yang dihadapi konseli. Berbeda dengan konseling lain yang cenderung membeiarkan konseli “sepuasnya” mengungkapkan masalahnya, dalam logoterapi konseli sejak awal diarahkan untuk menghadapi masalah itu sebagai kenyataan.
  • Pada tahap pembahasan bersama, konselor dan konseli bersama-sama membahas dan menyamakan persepsi atas masalah yang dihadapi. Tujuannya untuk menemukan arti hidup sekalipun dalam penderitaan.
  • Tahap evaluasi dan penyimpulan mencoba memberi interpretasi atas informasi yang diperoleh sebagai bahan untuk tahap selanjutnya, yaitu perubahan sikap dan perilaku konseli. Pada tahap-tahap ini tercakup modifikasi sikap, orientasi terhadap makna hidup, penemuan dan pemenuhan makna, dan pengurangan symptom. 

 Jadi, tujuan dari logoterapi adalah membangkitkan “kemauan untuk bermakna” dalam individu tersebut, yang bersifat khusus dan pribadi bagi masing-masing orang.Seseorang dapat bertahan dalam kondisi-kondisi yang paling tidak menguntungkan hanya bila tujuan ini terpenuhi. Namun sebelumnya, seorang konselor sebaiknya mampu mengeksplorasi dinamika proses intrapsikis dan menyelidiki hubungan interpersonal klien melalui psikoterapi tradisional dengan teknik psikoanalitik. Oleh karena itu, tampaknya Frankl, tidak sama sekali meninggalkan teori Freud dalam psikoanalitiknya, tetapi keberhasilan logoterapi sangat dipengaruhi oleh keberhasilan terapis dalam mengeksplorasi konflik intrapsikis dari klien.

Dengan logoterapi, klien yang menghadapi kesukaran menakutkan atau berada dalam kondisi yang tidak memungkinkannya beraktivitas dan berkreativitas dibantu untuk menemukan makna hidupnya dengan cara bagaimana ia menghadapi kondisi tersebut dan bagaimana ia mengatasi penderitaannya. Dengan cara ini, klien dibantu untuk menggunakan kejengkelan dan penderitaannya sehari-hari sebagai alat untuk menemukan tujuan hidupnya. Peradaban kita saat ini meyakinkan banyak orang untuk melihat penderitaan sebagai satu ‘takdir’ yang tidak dapat dicegah dan dielakkan.Akan tetapi logoterapi mengajarkan kepada klien untuk melihat nilai positif dari penderitaan dan memberikan kesempatan untuk merasa bangga terhadap penderitaannya.

 

5. Teknik Logoterapi

 

  1. Persuasif

Salah satu teknik yang digunakan dalam logoterapi adalah teknik persuasif, yaitu membantu klien untuk mengambil sikap yang lebih konstruktif dalam menghadapi kesulitannya.Frankl, menggambarkan hal ini dalam satu kasus tentang seorang perawat yang menderita tumor yang tidak dapat dioperasi dan mengalami keputusasaan karena ketidakmampuannya untuk bekerja dalam profesinya yang sangat terhormat.

  1. Paradoxical-intention

Paradoxical intention pada dasarnya memanfaatkan kemampuan mengambil jarak (self-detachment) dan kemampuan mengambil sikap terhadap kondisi diri sendiri dan lingkungan.Paradoxical intention terutama cocok untuk pengobatan jangka pendek pasien fobia (ketakutan irrasional). Dengan teknik ini, konselor mengupayakan agar klien yang mengalami fobia mengubah sikap dari ‘takut’ menjadi ‘akrab’ dengan objek fobianya. Selain itu, teknik paradoxical intention sangat bermanfaat untuk menolong klien dengan obsesif kompulsif (tindakan yang terus-menerus dilakukan walaupun sadar hal itu tidak rasional).Antisipasi yang menakutkan terhadap suatu kejadian sering menyebabkan reaksi-reaksi yang berkembang dari peristiwa tersebut, misalnya pasien dengan obsesi yang kuat cenderung untuk menghindari obsesif-kompulsifnya. Dengan teknik paradoxical intention, mereka diajak untuk ‘berhenti melawan’, tetapi bahkan mencoba untuk ‘bercanda’ tentang gejala yang ada pada mereka, ternyata hasilnya adalah gejala tersebut akan berkurang dan menghilang. Klien diminta untuk berpikir atau membayangkan hal-hal yang tidak menyenangkan, menakutkan, atau memalukan baginya. Dengan cara ini klein mengembangkan kemampuan untuk melawan ketakutannya, seperti yang terdapat juga dalam terapi perilaku (behaviour therapy).

  1. De-reflection

Teknik logoterapi lain adalah “de-reflection”, yaitu memanfaatkan kemampuan transendensi diri (self-transcendence) yang dimiliki setiap manusia dewasa. Setiap manusia dewasa memiliki kemampuan untuk membebaskan diri dan tidak lagi memperhatikan kondisi yang tidak nyaman, tetapi mampu mengalihkan dan mencurahkan perhatiannya kepada hal-hal yang positif dan bermanfaat.Di sini klien pertama-tama dibantu untuk menyadari kemampuan atau potensinya yang tidak digunakan atau terlupakan.Ini merupakan suatu jenis daya penarik terhadap nilai-nilai pasien yang terpendam. Sekali kemampuan tersebut dapat diungkapkan dalam proses konseling maka akan muncul suatu perasaan unik, berguna dan berharga dari dalam diri klien. De-reflection tampaknya sangat bermanfaat dalam konseling bagi klien dengan  pre-okupasi somatik, gangguan tidur, dan beberapa gangguan seksual, seperti impotensi dan frigiditas

 

CONTOH KASUS

 

  1. Contoh Kasus penerapan teknik Bimbingan Rohani

Harold seorang warga Australia berusia paruh baya yang kehidupannya dengan cepat berubah carut-marut diluar kontrol seperti seorang pemabuk. Masalah keuangan/ekonomi tidak didukung oleh sejumlah biaya yang dihabiskan untuk minum dan pengaruh beban pekerjaan (stress). Simpati istrinya berkurang disamping ia juga punya masalah tidur tengah malam. Dia pulang untuk menemui Chris Wurm, seorang GP ahli Logotherapi. Wurm mengkombinasikan pendekatan medis sebagai contoh pemberian informasi terhadap bahaya minuman-minuman juga dilakukan dengan logotherapi. Roda kehidupan Harol kembali bergulir, liku-liku sisi alkohol dari kehidupannya dan tak bisa dihindari. Werm berkata “ bahwa memungkin untuk memikirkan apayang dia ketahui dan dapat menentukan pilihan dan menjalani kehidupan dengan berbagai cara (penekanan logotherapi dapat dipertanggung jawabkan). Cerminan dari suatu pilihan yang membawa perubahan baginya (ini adalah orientasi terhadap makna penghayatan dan nilai – nilai terakhir yang bisa ditemuinya, nilai – nilai bersikap), dan terdapat gambaran masa masa mendatang. Perannya sangat menentukan dan menjadi efektif, setiap kali ia memandang betapa akal piciknya menjadi bumerang (api dalam sekam).

 

  1. Contoh kasus penerapan teknik Intensi Paradoksial

 

a)   Kasus hidrofobia yang dialami seorang klien selama 4 tahun, dimana ia selalu merasa gemetar dan keluar keringat tiap kali berjabat tangan dengan atasannya. Frankl mengajukan saran kepada kliennya supaya jika ia bertemu kembali dengan atasannya berusaha secara sengaja mengatakan pada dirinya bahwa ia akan mengeluarkan keringat sebanyak-banyaknya jika bersalaman dengan atasannya yang sebelumnya hanya sedikit. Dan hasilnya ternyata klien tidak berkeringat sedikitpun saat bersalaman dengan atasannya.

b)      Kasus bakterofobia dan kompulsi mencuci yang dialami ibu rumah tangga ditangani Frankl dengan mengajak ibu tersebut menirukan apa yang dilakukannya dengan menggosok-gosokkan tangan ke lantai dan kemudian berkata, ‘’Lihat, tangan saya menjadi kotor, tetapi saya tidak bisa menemukan banyak bakteri !’’ dan kemudian ibu tersebut mau menirukannya dan selama 5 hari berikutnya gejala-gejala bakterfobia mulai menyusut dan akhirnya hilang sama sekali.

c)      Kasus alkoholisme neurosis yang dialami D.F yang mana dengan minum secara eksesif untuk mengatasi ketidakbermaknaan hidup sekaligus untuk mengatasi gejala gemetaran tangan jika berada di depan orang lain. Dan tidak bisa mengangkat piring atau gelas tanpa menumpahkan isinya jika makan atau minum di depan umum. Gerz menganjurkan D.F agar secara sengaja berhumor menunjukkan gejala-gejala itu   di hadapan orang lain dengan mengatakan ‘’ Lihat, betapa ajaib getaran tanganku.’’ Dan ternyata dia tidak bisa menggetarkan tangannya ketika berhadapan dengan orang lain.

Dari contoh kasus diatas, dapat disimpulkan bahwa dengan intensi paradoksial individu didorong untuk melakukan sesuatu yang paradoks yakni mendekati sesuatu yang justru ditakutinya dan yang selalu ingin dihindarinya.

 

  1. Contoh kasus penerapan teknik De- reflection

Contoh kasus berikutnya dikutip dari hasil penelitian oleh Suprapto (2013) yang berjudul “konseling logoterapi untuk meningkatkan kebermaknaan hidup lansia”

          Menjadi tua adalah suatu hal yang tidak dapat dihindari. Saat memasuki periode lansia, menjadi seseorang yang lebih berarti dalam hidup tampaknya sangat penting. Lansia akan menghadapi berbagai persoalan yang terkait dengan beberapa perubahan yang dialami lansia, yaitu perubahan dalam aspek fisik, kognitif, dan psikososial. Hal tersebut akan menimbulkan berbagai dampak bagi lansia, salah satunya ialah perasaan tidak bermakna dalam hidup yang dapat menyebabkan terjadinya gejala fisik. Subjek ialah lansia yang mengalami ketidakbermaknaan hidup dan berdampak pada gejala fisik.

      Berdasarkan hasil analisis dari kasus diatas menunjukkan bahwa konseling logoterapi dapat meningkatkan kebermaknaan hidup pada lansia. Konseling logoterapi diberikan pada subjek karena konseling ini merupakan konseling yang diberikan pada individu yang mengalami ketidakjelasan makna dan tujuan hidup. Hal tersebut menyebabkan subjek mengalami kehampaan dan kehilangan gairah hidup. Konseling logoterapi juga diberikan pada subjek karena konseling ini tidak diterapkan untuk kasus patologis berat yang membutuhkan psikoterapi. Selain itu, konseling logoterapi memiliki karakteristik jangka pendek, berorientasi masa depan dan berorientasi pada makna hidup (Bastaman, 2007).

          Dalam pendekatan humanistik eksistensial, subjek mengalami neurosis noogenik yaitu gangguan yang disebabkan tidak terpenuhinya keinginan subjek untuk hidup bermakna, gangguan tersebut berupa beberapa keluhan fisik yang dialami subjek. Penanganan yang diberikan pada subjek ialah konseling logoterapi dengan menggunakan metode dereflection. Metode ini memanfaatkan kemampuan transendensi diri yang terdapat pada setiap individu dewasa seperti subjek dimana subjek diarahkan untuk tidak memperhatikan kondisi yang menimbulkan ketidaknyamanan (Bastaman, 2007). Melalui metode tersebut subjek lebih memperhatikan hal-hal yang positif dan bermanfaat dan mengalami perubahan sikap, yaitu dari sikap yang terlalu memperhatikan diri menjadi sikap yang memiliki komitmen terhadap suatu yang penting bagi subjek. Dalam kasus ini, hal yang penting bagi subjek ialah menentukan tujuan hidup dan menemukan makna hidupnya kembali. Metode dereflection lebih adaptif untuk dilakukan, dimana subjek lebih mudah menerima kondisi dirinya, karena metode tersebut tidak membutuhkan banyak hal yang berkaitan dengan kontrol terhadap pribadinya sebagai seorang lansia. Melalui metode dereflection, subjek dapat melihat hal yang berarti dalam kehidupan mereka dan dapat mengatasi kehampaan eksistensial yang dialaminya. Konseling logoterapi membantu subjek untuk menemukan sendiri makna hidupnya, menyadari bahwa mereka memiliki kebebasan dalam menentukan pilihan hidup dan bertanggung jawab terhadap pilihan hidup tersebut (Sugioka, 2011).

      Hasil dari konseling logoterapi ini didukung oleh kemauan dan motivasi subjek untuk meningkatkan kebermaknaan hidupnya serta dukungan dari anggota keluarga subjek. Istri subjek menyatakan bahwa terdapat perubahan subjek ke arah yang lebih baik berkaitan dengan sikapnya terhadap istri dan anak-anak subjek. Istri subjek tidak lagi menemui kebiasaan subjek untuk memeriksakan kondisi fisiknya secara berlebihan ke puskesmas. 

        Istri subjek juga menyatakan bahwa subjek kini lebih dapat mengendalikan emosi daripada sebelumnya. Selain dari proses konseling logoterapi, peningkatan kondisi subjek tersebut dipengaruhi oleh pihak lain, yaitu penjelasan dari saudara subjek yang berprofesi dokter yang dapat meyakinkan subjek bahwa gejala fisik yang dikeluhkannya bukan merupakan gejala dari penyakit kronis tertentu. Serta percakapan yang sering dilakukan subjek dengan temannya dimana subjek diajarkan untuk mengubah sikapnya dalam menjalani hidup dan dalam menyikapi orang lain. Subjek menyadari bahwa masukan dari dua pihak tersebut serta proses konseling yang telah dilakukan memiliki manfaat yang besar terhadap dirinya untuk menjadi lebih baik di waktu yang akan datang.

      Selanjutnya berdasarkan Kuesioner Kebermaknaan Hidup yang diisi oleh subjek, terdapat perbedaan yang signifikan pada beberapa poin di awal konseling dengan di akhir konseling. Hal tersebut menunjukkan bahwa subjek belum menemukan tujuan hidupnya sebelum diberikan konseling dan telah mampu menentukan tujuan hidupnya secara jelas setelah diberikan konseling, yaitu dapat membahagiakan keluarga, dapat bermanfaat bagi orang lain, serta lebih dekat dengan Tuhan. Pada poin lain juga terdapat perbedaan yang signifikan, dimana hasil pengisian kuesioner menunjukkan bahwa pada awal konseling subjek belum menemukan makna hidupnya dan pada akhir konseling subjek telah menemukan makna hidupnya. Sedangkan hasil pengisian kuesioner secara keseluruhan, kondisi subjek menunjukkan adanya perubahan pada awal dan akhir konseling. Subjek telah mampu menentukan tujuan hidupnya secara jelas dan telah menemukan makna hidupnya kembali.

           Selama proses konseling logoterapi, peneliti dan subjek memiliki hubungan yang akrab, terbuka, saling menghargai, memahami dan menerima, sehingga proses konseling dapat dilakukan secara fleksibel. Konseling bersifat direktif dimana peneliti memberikan pengarahan pada subjek mengenai hal-hal yang dapat dilakukan subjek sebagai proses untuk menemukan makna hidupnya. Peneliti berperan sebagai participating partner yang menarik keterlibatan dengan subjek sedikit demi sedikit setelah subjek mulai menyadari dan menemukan makna hidupnya (Bastaman, 2007).

         Keterbatasan dalam penelitian ini ialah faktor eksternal yang tidak dapat dikontrol oleh peneliti, yang kemungkinan dapat mempengaruhi hasil konseling. Faktor eksternal tersebut ialah pengaruh dari keluarga, saudara, serta sahabat subjek. Keluarga, terutama istri subjek, memberikan dukungan setiap saat agar subjek dapat menerima kondisi fisiknya dan menjalani hidup dengan lebih tenang. Selama proses konseling, keluarga mendukung subjek untuk melakukan hal-hal yang positif dan bermanfaat sehingga kebermaknaan hidup subjek meningkat. Saudara subjek yang berprofesi dokter juga memberikan pengaruh terhadap hasil konseling. Saudara subjek tersebut melakukan pemeriksaan terhadap kondisi fisik subjek dan tidak menemukan kemungkinan yang mengarah pada penyakit kronis tertentu. Saudara subjek menjelaskan bahwa gejala fisik yang dialami subjek akibat kondisi fisik subjek yang mengalami penurunan karena memasuki masa lansia, dan meyakinkan bahwa subjek tidak perlu mengkhawatirkan gejala-gejala tersebut. Selanjutnya sahabat subjek yang sering melakukan percakapan dengan subjek juga memberikan dukungan pada subjek. Ia meyakinkan bahwa subjek dapat memiliki kehidupan yang lebih tenang dengan menerima kondisi fisiknya yang menurun. Sahabat subjek yang mengalami kelumpuhan tersebut menyampaikan bahwa ia dapat menjalani hidupnya dengan melakukan hal-hal yang bermanfaat, sehingga ia berharap subjek dengan kondisi fisik yang lebih baik juga dapat melakukan hal-hal yang bermanfaat.

      Diharapkan setelah konseling dihentikan, subjek dapat mempertahankan atau meningkatkan kebermaknaan hidupnya sehingga menjadi pribadi yang lebih terbuka dan menyenangkan, bersedia melakukan pengalaman baru (Reker & Woo, 2011), selalu memiliki harapan menjadi lebih baik dan bersedia untuk memperbaiki diri, berguna dan bermanfaat bagi lingkungan sekitar (Bastaman, 2007). Selain itu, sebagai proses meningkatkan kebermaknaan hidupnya, subjek diharapkan dapat mempertahankan ketertarikan, aktivitas, dan interaksi sosial selama periode lansia (Feldman, 2003) serta mampu menemukan makna yang positif dari kehidupan dan kematian, bahkan dalam kondisi fisik yang tidak baik, seperti penurunan fungsi tubuh (Wong, 2007).

 

Kondisi Subjek Sebelum Dan Setelah Konseling

Sebelum konseling

  1. Subjek sering mencari pelayanan medis karena merasakan berbagai keluhan fisik: sakit kepala (pusing), punggung kaku, nyeri di persendian tangan & kaki, dada sesak, perut kembung, lambung perih, lemah pada bagian kaki, suara serak
  2. Subjek tidak dapat menerima kenyataan bahwa keadaan keluarga tidak tercukupi secara finansial karena subjek tidak mampu memberikan nafkah bagi keluarganya
  3. Subjek menjadi mudah marah dan merasa tidak dihormati sebagai kepala keluarga karena istri dan anak-anaknya sering tidak menuruti perkataan subjek
  4. Permasalahan yang dihadapi subjek membuatnya merasa tidak berharga, merasa tujuan hidupnya tidak terpenuhi dan merasa hidupnya tidak bermakna

 

Pemberian intervensi

Konseling logoterapi diberikan dalam 4 langkah, yaitu:

1. Mengambil jarak atas gejala (distance from symptoms) dimana konselor membantu menyadarkan subjek bahwa gejala sama sekali tidak identik dan mewakili diri subjek, namun semata-mata merupakan kondisi yang dialami dan dapat dikendalikan

2. Modifikasi sikap (modification of attitude) dimana konselor membantu subjek untuk mendapatkan pandangan baru atas diri dan kondisinya, selanjutnya subjek menentukan sikap baru untuk menentukan arah dan tujuan hidupnya

3. Pengurangan gejala (reducing symptoms) dimana konselor menggunakan teknik logoterapi
berupa dereflection untuk menghilangkan atau mengurangi dan mengendalikan gejala pada subjek

4. Orientasi terhadap makna (orientation toward meaning) dimana konselor bersama subjek membahas bersama nilai-nilai dan makna hidup yang secara potensial ada dalam kehidupan subjek, memperdalam dan menjabarkannya menjadi tujuan- tujuan yang lebih konkrit.

 

Setelah konseling

1. Keluhan yang dirasakan subjek telah berkurang dan mampu diabaikan oleh subjek sehingga tidak memenuhi kriteria diagnosa untuk gangguan psikologis

2. Subjek telah mampu menerima kondisi bahwa ia tidak mampu memberikan nafkah bagi keluarganya dan lebih memperhatikan hal-hal yang dapat dilakukannya untuk membahagiakan keluarganya

3. Subjek dapat mempertahankan pengendalian emosi yang telah berhasil dilakukannya agar dapat terus dilakukan dalam kehidupan sehari-hari

4. Pernyataan dari anggota keluarga bahwa terdapat perubahan subjek ke arah yang lebih baik berkaitan dengan sikapnya terhadap anggota keluarga

5. Subjek telah memiliki tujuan hidup, yaitu membahagiakan dan mensejahterakan keluarga meski tidak berupa materi, dapat bermanfaat bagi orang lain, dan lebih dekat dengan Tuhan 

 

Sumber:

Hana uswatun hasanah suprapto, madiun, jawa timur. Jurnal “konseling logo terapi untuk meningkatkan kebermaknaan hidup lansia”. Volume1 (2), 190-198. Magister psikologi UMM. 2013

 

Abidin, Zainal. 2007.  Analisis eksistensial. Jakarta: Raja Grafindo Persada

 

 

Schultz, Duane. 1991. Psikologi pertumbuhan: model-model kepribadian sehat. Yogyakarta: 

            Kanisius

Psikoterapi

Pengertian Psikoterapi

Secara bahasa psikoterapi berasal dari kata “psyche” yang berarti jelas, mind, jiwa, dan “therapy” yang berarti merawat atau mengasuh. Jadi psikoterapi secara etimologis berarti perawatan terhadap aspek kejiwaan seseorang (dalam Ariyanto, 2006).

Sementara itu, Watson dan Morse (dalam Ariyanto, 2006), psikoterapi dirumuskan sebagai bentuk khusus dari interaksi antara dua orang, pasien dan terapis, pada mana pasien memulai interaksi karena ia mencari bantuan psikologik dan terapis menyusun interaksi dengan mempergunakan dasar psikologik untuk membantu pasien meningkatkan kemampuan mengendalikan diri dalam kehidupannya dengan mengubah pikiran, perasaan dan tindakannya.

Perumusan lain diberikan oleh corsini (1989) yang mengatakan bahwa psikoterapi sulit dirumuskan secara tepat. Corsini merumuskan psikoterapi sebagai berikut: psikoterapi adalah proses formal dari interaksi antara dua pihak, setiap pihak biasanya terdiri dari satu orang, tetapi ada kemungkinan terdiri dari dua orang atau lebih pada setiap pihak, dengan tujuan memperbaiki keadaan yang tidak menyenangkan (distress) pada salah satu dari kedua pihak karena ketidakmampuan atau malafungsi pada salah satu dari bidang-bidang berikut: fungsi kognitif (kelainan pada fungsi berpikir), fungsi afektif (penderitaan atau kehidupan emosi yang tidak menyenangkan) atau fungsi perilaku.

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa, psikoterapi adalah proses interaksi antara terapis dan klien yang bertujuan untuk membantu klien melakukan perubahan pikiran, perasaan, dan perilaku klien, sehingga klien dapat mengatasi masalah dan mampu mengendalikan diri dalam kehidupannya.

 

Tujuan Psikoterapi

Menurut Subandi (2007) tujuan yang ingin dicapai dalam psikoterapi mencakup beberapa aspek dalam kehidupan manusia, yaitu:

a. Memperkuat motivasi untuk melakukan hal-hal yang benar. Hal ini biasanya dilakukan melalui terapi yang bersifat direktif dan suportif. Persuasi dengan berbagai cara, mulai dari nasehat yang sederhana sampai dengan hipnosis, untuk menolong orang bertindak dengan cara yang tepat.

b. Mengurangi tekanan emosi dengan memberi kesempatan seseorang untuk mengekspesikan perasaan yang mendalam. Fokus di sini adalah adanya katarsis. Hal ini disebut mengalami, bukan hanya membicarakan pengalaman emosi yang mendalam. Dengan mengulangi pengalaman ini dan mengekspresikannya akan menimbulkan pengalaman baru.

c. Membantu klien mengembangkan potensinya. Melalui hubungannya dengan terapis, klien diharapkan dapat mengembangkan potensinya. Klien diharapkan mampu melepaskan diri dari fiksasi yang dialaminya atau menemukan dirinya mampu berkembang ke arah yang lebih positif.

d. Mengubah kebiasaan. Terapi memberi kesempatan untuk merubah perilaku. Terapis bertugas menyiapkan situasi belajar baru yang dapat digunakan untuk untuk mengganti kebiasaan-kebiasaan yang kurang adaptif. Pendekatan perilaku sering digunakan untuk mencapai tujuan ini.

e. Mengubah struktur kognitif individu. Struktur kognitif individu yang mengalami kesenjangan dengan kenyataan yang dihadapinya diubah sehingga dapat menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada.

f. Meningkatkan pengetahuan dan kapasitas untuk mengambil keputusan dengan tepat. Tujuan ini hampir sama dengan tujuan konseling. Dalam terapi sering terjadi isu tentang pengambilan keputusan dan pemecahan masalah muncul. Maka langkah-langkah seperti dalam konseling dapat dilakukan. Misalnya dapat dilakukan kombinasi antara kemampuan, keterampilan yang dimiliki klien disesuaikan dengan minatnya untuk menentukan keputusan yang akan diambilnya.

g. Meningkatkan kemampuan diri atau insight. Terapi biasanya menuntun individu untuk lebih mengerti tentang apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukannya. Individu juga akan mengerti mengapa ia melakukan tindakan tertentu. Kesadaran dirinya ini penting sehingga ia akan lebih rasional dalam menentukan langkah selanjutnya. Apa yang dulu tidak disadarinya menjadi lebih disadarinya sehingga ia mengetahui konflik-konfliknya dan dapat mengambil keputusan dengan lebih tepat.

h. Meningkatkan hubungan antar pribadi. Konflik yang dialami manusia biasanya bukan hanya konflik intrapersonal tetapi juga interpersonal. Manusia sejak lahir sampai mati membutuhkan manusia lain, sehingga ia banyak tergantung dengan orang-orang penting dalam hidupnya. Dalam terapi individu dapat berlatih kembali untuk meningkatkan hubungannya dengan orang lain sehingga ia dapat hidup lebih sejahtera. Ia mampu berhubungan lebih efektif dengan orang lain. Terapi kelompok dapat memberikan kesempatan bagi individu dalam meningkatkan hubungan antar pribadi ini.

i. Mengubah lingkungan sosial individu. Hal ini terutama dilakukan dalam terapi anak-anak. Anak yang bermasalah biasanya hidup dalam lingkungan yang kurang sehat. Dalam hal ini terapi ditujukan untuk orangtua dan lingkungan sosial di mana anak berada. Terapi yang berorientasi pada sistem banyak digunakan untuk memperbaiki lingkungan sosial individu.

j. Mengubah proses somatik untuk mengurangi rasa sakit dan meningkatkan kesadaran tubuh. Dalam hal ini latihan-latihan fisik dapat dilakukan dalam rangka meningkatkan kesadaran individu. Misalnya latihan relaksasi untuk mengurangi kecemasan. Latihan yoga, senam, maupun menari untuk mengendalikan ketegangan tubuh.

k. Mengubah status kesadaran untuk mengembangkan kesadaran, kontrol, dan kreativitas diri. Berkaitan dengan hal ini mengartikan mimpi dan fantasi, perlu untuk mengerti terhadap apa yang dialaminya. Meditasi juga dapat dilakukan untuk mempertajam penginderaan individu.

 

Unsur-Unsur Psikoterapi

Masserman (1984) melaporkan delapan ‘parameter pengaruh’ dasar yang mencakup unsur-unsur lazim pada semua jenis psikoterapi, yaitu :

1. Peran sosial (martabat)
2. Hubungan (persekutuan tarapeutik)
3. Hak
4. Retrospeksi
5. Reduksi
6. Rehabilitasi, memperbaiki gangguan perilaku berat
7. Resosialisasi,
8. Rekapitulasi

 

Perbedaan Antara Psikoterapi dan Konseling

Thomson & Rudolph (dalam Gunarsa, 2007) menyatakan bahwa perbedaan konseling dan psikoterapi adalah sebagai berikut:

 

No Konseling Psikoterapi
1 Klien Pasien
2 Gangguan yang kurang serius Gangguan yang serius
3 Masalah: Jabatan, Pendidikan Masalah kepribadian dan pengambilan keputusan
4 Prevensi Kurasi atau penyembuhan
5 Lingkungan pendidikan dan non medis Lingkungan medis
6 Berhubungan dengan kesadaran Berhubungan dengan ketidaksadaran
7 Metode pendidikan Metode penyembuhan

 

Pendekatan Psikoterapi Terhadap Mental Illness

Menurut Chaplin (2006) beberapa pendekatan psikoterapi terhadap mental illness yaitu:

a)    Biological

Meliputi keadaan mental organik, penyakit afektif, psikosis dan penyalahgunaan zat. Menurut Dr. John Grey, Psikiater Amerika (1854) pendekatan ini lebih manusiawi. Pendapat yang berkembang waktu itu adalah penyakit mental disebabkan karena kurangnya insulin dalam tubuh. Lalu dikembangkan terapi injeksi insulin. juga mulai dikembangkan upaya bedah otak di London.

b)   Psychological

Meliputi suatu peristiwa pencetus dan efeknya terhadap perfungsian yang buruk, sekuele pasca-traumatic, kesedihan yang tak terselesaikan, krisis perkembangan, gangguan pikiran dan respons emosional penuh stress yang dilimbulkan. Selain itu pendekatan ini juga meliputi pengaruh sosial, ketidakmampuan individu berinteraksi dengan lingkungan dan hambatan pertumbuhan sepanjang hidup individu. Ini dimulai dari teori psikoanlisis Freud tahun (1856-1939)

c)    Sosiological

Meliputi kesukaran pada sistem dukungan sosial, makna sosial atau budaya dari gejala dan masalah keluarga. Dalam pendekatan ini harus mempertimbangkan pengaruh proses-proses sosialisasi yang berlatarbelakangkan kondisi sosio-budaya tertentu.

d)   Philosophic

Kepercayaan terhadap martabat dan harga diri seseorang dan kebebasan diri seseorang untuk menentukan nilai dan keinginannya. Dalam pendekatan ini dasar falsafahnya tetap ada, yaitu menghagai sistem nilai yang dimiliki oleh klien, sehingga tidak ada istilah keharusan atau pemaksaan.

 

Bentuk-Bentuk Utama Dari Terapi

Menurut Atkinson (dalam Maulany, 1994) terdapat enam teknik atau bentuk utama psikoterapi yang digunakan oleh para psikiater atau psikolog, antara lain:

1. Teknik Terapi Psikoanalisa

Teknik ini menekankan fungsi pemecahan masalah dari ego yang berlawanan dengan impuls seksual dan agresif dari id. Model ini banyak dikembangkan dalam Psiko-analisis Freud. Menurutnya, paling tidak terdapat lima macam teknik penyembuhan penyakit mental, yaitu dengan mempelajari otobiografi, hipnotis, chatarsis, asosiasi bebas, dan analisa mimpi. Teknik freud ini selanjutnya disempurnakan oleh Jung dengan teknik terapi Psikodinamik.

2. Teknik Terapi Perilaku

Teknik ini menggunakan prinsip belajar untuk memodifikasi perilaku individu, antara lain desensitisasi, sistematik, flooding, penguatan sistematis, pemodelan, pengulangan perilaku yang pantas dan regulasi diri perilaku.

3. Teknik Terapi Kognitif Perilaku

Terapis membantu individu mengganti interpretasi yang irasional terhadap suatu peristiwa dengan interpretasi yang lebih realistik.

4. Teknik Terapi Humanistik

Teknik dengan pendekatan fenomenologi kepribadian yang membantu individu menyadari diri sesunguhnya dan memecahkan masalah mereka dengan intervensi terapis yang minimal (client-centered-therapy). Gangguan psikologis diduga timbul jika proses pertumbuhan potensi dan aktualisasi diri terhalang oleh situasi atau orang lain.

5. Teknik Terapi Eklektik atau Integratif

Yaitu memilih teknik terapi yang paling tepat untuk klien tertentu. Terapis mengkhususkan diri dalam masalah spesifik, seperti alkoholisme, disfungsi seksual, dan depresi.

6. Teknik Terapi Kelompok dan Keluarga

Terapi kelompok adalah teknik yang memberikan kesempatan bagi individu untuk menggali sikap dan perilakunya dalam interaksi dengan orang lain yang memiliki masalah serupa. Sedang terapi keluarga adalah bentuk terapi khusus yang membantu pasangan suami-istri, atau hubungan arang tua-anak, untuk mempelajari cara yang lebih efektif, untuk berhubungan satu sama lain dan untuk menangani berbagai masalahnya.

 

 

Sumber :

Ariyanto, M Darojat. (2006). Psikoterapi Dengan Doa . Jurnal Suhuf

Chaplin, J.P. (2006). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Gunarsa, S.D. (2007). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: Gunung Mulia

Maulany, R F;. (1997). Buku Saku Psikiatri. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Subandi, M. A (ed.). (2002). Psikoterapi Pendekatan Konvensional dan Kontemporer.Yogyakarta: Unit Publikasi Fakultas Psikologi UGM

 

 

Rangkuman Tugas Psikologi Management

Pengertian Komunikasi

Menurut Raymond Ross, komunikasi adalah proses menyortir, memilih, dan pengiriman symbol-simbol sedemikian rupa agar membantu pendengar membangkitkan respons atau makna dari pemikiran yang serupa dengan yang dimaksudkan oleh komunikator. Kemudian menurut Onong Uchjana Effendy, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu, mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik secara lisan (langsung) ataupun tidak langsung (melalui media).

 

Komunikasi memiliki 12 prinsip, yaitu :

1. Prinsip I : Komunikasi Adalah Proses Simbolik

2. Prinsip II : Setiap Perilaku Mempunyai Potensi Komunikasi

3. Prinsip III : Komunikasi Punya Dimensi Isi dan Dimensi Hubungan

4. Prinsip IV : Komunikasi Berlangsung dalam Berbagai Tingkat Kesengajaan

5. Prinsip V : Komunikas Terjadi dalam Konteks Ruang dan Waktu

6. Prinsip VI : Komunikasi Melibatkan Prediksi Peserta Komunikasi

7. Prinsip VII : Komunikasi Bersifat Sistematik

8. Prinsip VIII : Semakin Mirip Latar Belakang Sosial-Budaya Semakin Efektiflah Komunikasi

9. Prinsip IX : Komunikasi Bersifat Nonsekuensial

10. Prinsip X : Komunikasi Bersifat Prosesual, Dinamis, dan Transaksional

11. Prinsip XI : Komunikasi Bersifat Irreversible

12. Prinsip XII : Komunikasi Bukan Panasea untuk  Menyelesaikan Berbagai Masalah

 

 

Pengertian Motivasi

Menurut Weiner (1990) yang dikutip Elliot et al. (2000), motivasi didefenisikan sebagai kondisi internal yang membangkitkan kita untuk bertindak, mendorong kita mencapai tujuan tertentu, dan membuat kita tetap tertarik dalam kegiatan tertentu. Kemudian menurut Uno (2007), motivasi dapat diartikan sebagai dorongan internal dan eksternal dalam diri seseorang yang diindikasikan dengan adanya hasrat dan minat, dorongan dan kebutuhan, harapan dan cita-cita, dan penghargaan dan penghormatan.

Teori-teori motivasi :

1. Teori Drive-Reinforcement

2. Teori Tujuan

3. Teori Harapan

4. Teori Abraham Maslow

 

Pengertian Pengendalian

Menurut Warren Reeve Fess (2005:226) Pengendalian atau kontrol merupakan seluruh kegiatan untuk mengarahkan operasi mereka, melindungi aktivas dan mencegah penyalahgunaan sistem dalam perusahaan. Kemudian, Menurut Harold Koontz, Pengendalian adalah pengukuran dan koreksi kinerja dalam rangka untuk memastikan bahwa perusahaan tujuan dan rencana dibuat untuk mencapai mereka yang dicapai.

Langkah-langkah pengendalian :

1. Menetapkan standar dan Metode Mengukur Prestasi Kerja

2. Melakukan Pengukuran Prestasi Kerja

3. Menetapkan Apakah Prestasi Kerja Sesuai dengan Standar

4. Mengambil Tindakan Korektif

 

Tipe-tipe pengendalian :

a)      Pengendalian preventif (prefentive control)

b)      Pengendalian operasional (Operational control)

c)      Pengendalian kinerja

 

Sumber :

https://yoanprisca.wordpress.com/2013/11/24/pengendalian/

https://yoanprisca.wordpress.com/2013/11/03/teori-motivasi/

https://yoanprisca.wordpress.com/2013/09/29/komunikasi/

 

 

Pengendalian

Hai pembaca sekalian…!!! Kali ini penulis akan membahas tentang pengendalian. Apakah pembaca sekalian sudah tahu apa itu pengendalian ? kalau belum, sekarang penulis akan memberikan pengertian, langkah-langkah, dan tipe-tipe pengendalian kepada pembaca sekalian menurut para ahli.

 

Pengertian Pengendalian

Menurut Warren Reeve Fess (2005:226) Pengendalian atau kontrol merupakan seluruh kegiatan untuk mengarahkan operasi mereka, melindungi aktiva dan mencegah penyalahgunaan sistem dalam perusahaan. Kemudian, Menurut Harold Koontz, Pengendalian adalah pengukuran dan koreksi kinerja dalam rangka untuk memastikan bahwa perusahaan tujuan dan rencana dibuat untuk mencapai mereka yang dicapai. Dan pada tahun 1916, Henri Fayol merumuskan salah satu definisi pertama dari kontrol karena berkaitan dengan manajemen: Kontrol terdiri dari verifikasi apakah semua yang terjadi sesuai dengan rencana diambil sesuai instruksi yang dikeluarkan, dan prinsip-prinsip yang ditetapkan.

 

Langkah-Langkah Pengendalian

1. Menetapkan standar dan Metode Mengukur Prestasi Kerja

Standar yang dimaksud adalah criteria yang sederhana untuk prestasi kerja, yakni titik-titik yang terpilih didalam seluruh program perencanaan untuk mengukur prestasi kerja tersebut guna memberikan tanda kepada manajer tentang perkembangan yang terjadi dalam perusahaan itu tanpa perlu mengawasi setiap langkah untuk proses pelaksanaan rencana yang telah ditetapkan.

2. Melakukan Pengukuran Prestasi Kerja

Pengukuran prestasi kerja idealnya dilaksanakan atas dasar pandangan kedepan, sehingga penyimpangan-pennyimpangan yang mungkin terjadi ari standar dapat diketahui lebih dahulu.

3. Menetapkan Apakah Prestasi Kerja Sesuai dengan Standar

Yaitu dengan membandingkan hasil pengukuran dengan target atau standar yang telah ditetapkan. Bila prestasi sesuai dengan standar manajer akan menilai bahwa segala sesuatunya beada dalam kendali.

4. Mengambil Tindakan Korektif

Proses pengawasan tidak lengkap bila tidak diambil tindakan untuk membetulkan penyimpangan yang terjadi. Apabila prestasi kerja diukur dalam standar, maka pembetulan penyimpangan yang terjadi dapat dipercepat, karena manajer sudah mengetahui dengan tepat, terhadap bagian mana dari pelaksanaan tugas oleh individu atau kelompok kerja, tindakan koreksi itu harus dikenakan.

 

Tipe-Tipe Pengendalian

a)      Pengendalian preventif (prefentive control). Dalam tahap ini pengendalian manajemen terkait dengan perumusan strategic dan perencanaan strategic yang dijabarkan dalam bentuk program-program.

b)      Pengendalian operasional (Operational control). Dalam tahap ini pengendalian manajemen terkait dengan pengawasan pelaksanaan program yang telah ditetapkan melalui alat berupa anggaran. Anggaran digunakan untuk menghubungkan perencanaan dengan pengendalian.

c)      Pengendalian kinerja. Pada tahap ini pengendalian manajemen berupa analisis evaluasi kinerja berdasarkan tolok ukur kinerja yang telah ditetapkan.

 

Sumber :

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25270/3/Chapter%20II.pdf

http://id.shvoong.com/social-sciences/2068148-lankah-langkah-pengendalian-manajemen/#ixzz2lYCd3G8T

 

Teori Motivasi

Para pembaca sekalian, sekarang penulis akan menjelaskan kepada kalian mengenai beberapa teori motivasi. teori motivasi yang akan penulis jelaskan adalah Teori Drive-Reinforcement, Teori Tujuan, Teori Harapan, dan Teori Abraham Maslow. Tetapi sebelumnya, pembaca sekalian sudah tahu belum pengertian motivasi ? Nah, penulis akan menjelaskannya kepada kalian.

Pengertian Motivasi

Motivasi berasal dari kata motif yang berarti “dorongan” atau rangsangan atau “daya penggerak” yang ada dalam diri seseorang. Menurut Weiner (1990) yang dikutip Elliot et al. (2000), motivasi didefenisikan sebagai kondisi internal yang membangkitkan kita untuk bertindak, mendorong kita mencapai tujuan tertentu, dan membuat kita tetap tertarik dalam kegiatan tertentu. Menurut Uno (2007), motivasi dapat diartikan sebagai dorongan internal dan eksternal dalam diri seseorang yang diindikasikan dengan adanya hasrat dan minat, dorongan dan kebutuhan, harapan dan cita-cita, dan penghargaan dan penghormatan. Jadi kesimpulannya, Motivasi adalah suatu dorongan kehendak yang menyebabkan seseorang melakukan suatu perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu.

Teori Drive-Reinforcement

Teori ini terdiri dari Drive dan Reinforcement yang didasarkan hubungan sebab akibat. Teori Drive bisa diuraikan sebagai teori-teori dorongan tentang motivasi, perilaku didorong ke arah tujuan oleh keadaan-keadaan yang mendorong dalam diri seseorang atau binatang. Sedangkan teori Reinforcement mempunyai dua aturan pokok : aturan pokok yang berhubungan dengan perolehan jawaban –jawaban yang benar dan aturan pokok lain yang berhubungan dengan penghilangan jawaban-jawaban yang salah. Teori Reinforcement ini terdiri dari 2 jenis, yaitu : Reinforcement Positif (Positive Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuh positif diterapkan secara bersyarat, dan Reinforcement Negatif (Negative Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika reinforcement negatif dihilangkan secara bersyarat.

Teori Tujuan

Teori tujuan mencoba menjelaskan hubungan-hubungan antara niat atau intentions (tujuan-tujuan dengan perilaku), pendapat in digunakan oleh Locke. Teori ini memiliki aturan dasar, yaitu penetapan dari tujuan-tujuan secara sadar. Hasil penelitian Edwin Locke dan rekan-rekan (1968), menunjukkan efek positif dari teori tujuan pada prilaku kerja. Locke menunjukan bahwa : Tujuan yang cukup sulit ternyata menghasilkan tingkat kinerja yang lebih tinggi daripada tujuan yang lebih mudah, dan Tujuan khusus, cukup sulit untuk menghasilkan tingkat output yang lebih tinggi. Dalam pencapaian tujuan dilakuka melalui usaha partisipasi yang menimbulkan dampak : dari segi positif, acceptance/Penerimaan : sesulit apapun apabila orang telah menerima suatu pekerjaan maka akan dilaksanakan dengan baik, dan dari segi negatif, timbulnya superioritas pada orang yang memiliki kemampuan lebih tinggi.

Teori Harapan

Teori pengharapan berargumen bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu , dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu tersebut.

Teori ini dikemukakan oleh Victor Vroom yang mendasarkan teorinya pada tiga konsep penting, yaitu :

a. Harapan (expentancy) adalah suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena prilaku .Harapan merupakan propabilitas yang memiliki nilai berkisar nol yang berati tidak ada kemungkinan hingga satu yang berarti kepastian.

b. Nilai (Valence) adalah akibat dari prilaku tertentu mempunyai nilai atau martabat tertentu (daya atau nilai motivasi) bagi setiap individu tertentu.

c. Pertautan (Inatrumentality) adalah persepsi dari individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengn hasil tingkat ke dua. Vroom mengemukakan bahwa pertautan dapat mempunyai nilai yang berkisar antara –1 yang menunjukan persepsi bahwa tercapinya tingkat ke dua adalah pasti tanpa hasis tingkat pertama dan tidak mungkin timbul dengan tercapainya hasil tingkat pertama dan positip satu +1 yang menunjukan bahwa hasil tingkat pertama perlu dan sudah cukup untuk menimbulkan hasil tingkat ke dua.

Teori Abraham Maslow

Teori motivasi yang paling terkenal adalah hierarki teori kebutuhan milik Abraham Maslow. Ia membuat hipotesis bahwa dalam setiap diri manusia terdapat hirearki dari lima kebutuhan, yaitu fisiologis, rasa aman, cinta dan kasih, penghargaan, dan aktualisasi diri. Maslow memisahkan lima kebutuhan ke dalam urutan-urutan. Kebutuhan fisiologis dan rasa aman dideskripsikan sebagai kebutuhan tingkat bawah sedangkan kebutuhan cinta dan kasih, penghargaan, dan aktualisasi diri sebagai kebutuhan tingkat atas. Perbedaan antara kedua tingkat tersebut adalah dasar pemikiran bahwa kebutuhan tingkat atas dipenuhi secara internal sementara kebutuhan tingkat rendah secara dominan dipenuhi secara eksternal.

Contoh kasus

Turis Taiwan Dijambret di Atas Betor

MEDAN – Tindak kriminal terhadap wisatawan asing kembali terjadi di Medan. Kali ini dialami Chen Li (32), seorang pelancong asal Taiwan.

Perempuan yang berniat menghabiskan waktu berwisatanya dengan berkeliling kota menggunakan becar bermotor (betor) khas Medan itu, berubah menjadi pengalaman traumatis.

Pasalnya Chen Li yang saat itu tengah menikmati suasana kota Medan dari atas betor, tiba-tiba dipepet oleh dua orang pengendara sepeda motor, yang langsung merampas tas miliknya. Uang Rp3 Juta dan surat-surat berharga milik Chen Li pun melayang.

“Tadi habis mutar-mutar kita. Pas mau balik ke Hotel JW Marriot, di sekitar jalan palang merah, tiba-tiba ada dua orang naik sepeda motor langsung mepet kita. Yang satu langsung merampas tas. Dan ibu itu enggak bisa melawan. Langsung dibawa lari tasnya,” jelas pengemudi Becak yang membawa Chen Li, saat membuat laporan ke Mapolresta Medan sesaat setelah kejadian, Minggu (6/10/2013).

Pengemudi Becak yang tak mau disebutkan namanya itu mengatakan, ia sudah mencoba untuk mengejar para penjambret. Namun karena sudah tertinggal jauh, dan melihat penumpangnya begitu tertekan. Ia pun akhirnya memilih untuk membawa Chen Li ke kantor polisi.

“Begitu tas ibu itu dirampas. Aku langsung ngejar. Sempat hampir tertabrak. Tapi akhirnya kita ketinggalan jauh. Kasihan sama ibu ini, akhirnya ya ku bawa kemari lah. Biar diselesaikan Polisi,” tambahnya.

Sementara itu setibanya di Mapolresta Medan, Chen Li yang terlihat begitu trauma atas kejadian hanya bisa menangis tersedu. Bahkan ia sempat linglung dan tak bisa memberikan pernyataan.

Namun setelah dipindahkan dari ruang pelaporan ke ruang konseling, barulah ia sedikit tenang dan dapat menceritakan peristiwa tersebut secara terbata-bata menggunakan Bahasa Mandarin.

Kasus kejahatan jalanan yang melibatkan warga negara asing, memang kerap kali terjadi di Medan. Beberapa bulan lalu misalnya, turis asing bahkan menjadi korban penjambretan hingga tewas karena melawan.

Lalu pada gelaran SOM III APEC di Medan bebera bulan lalu. Gelaran internasional yang dijaga ratusan aparat yang berpatroli tanpa henti itu pun masih diwarnai aksi penjambretan. Bahkan delegasi APEC yang menjadi korbannya.

Analisis :

Dari kasus diatas, penulis mencoba menganalisis menggunakan teori motivasi. Teori yang penulis gunakan untuk menganalisis kasus ini adalah teori motivasi Abraham Maslow. Penulis menganalisis bahwa tersangka dalam kasus tersebut didasari oleh motivasi untuk memenuhi kebutuhan fisiologisnya, yaitu kebutuhan utama seperti pangan, sandang, dan papan. Diduga  tersangka tidak memiliki pekerjaan dan penghasilan yang tetap sehingga ia nekat melalukan aksi kejahatan untuk memenuhi kebutuhan fisiologisnya. Ketika kebutuhan fisiologisnya mendesak si tersangka untuk dipenuhi, sementara disatu sisi tersangka tidak memiliki keadaan ekonomi yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Hal tersebutlah yang mendorongnya untuk melakukan aksi kejahatan.

Sumber :

Basuki, Heru A.M. 2008. Psikologi Umum. Jakarta: Universitas Gunadarma.

Sunyoto Munandar, Ashar.(2001).Psikologi Industri dan Organisasi.Jakarta: Universitas Indonesia.

http://id.wikipedia.org/wiki/Motivasi

http://www.pengertianahli.com/2013/09/pengertian-motivasi-menurut-para-ahli.html

http://news.okezone.com/read/2013/10/07/340/877456/redirect

Komunikasi

Definisi Komunikasi dan Leadership

 

            Para pembaca pasti sudah tidak asing lagi dengan istilah komunikasi. Setiap hari pasti semua orang melakukan komunikasi untuk mendapatkan informasi. Tetapi, apakah para pembaca sudah memahami dengan benar seputar komunikasi ? Nah, kali ini saya akan memberikan beberapa informasi seputar komunikasi.

 

Pengertian Komunikasi

            Singkatnya, komunikasi adalah suatu proses yang dilakukan antara seseorang dengan orang lain maupun dengan suatu media tertentu untuk mendapatkan informasi tertentu. Menurut beberapa ahli, komunikasi memiliki pengertian-pengertian sebagai berikut :

 1. Raymond Ross

Komunikasi adalah proses menyortir, memilih, dan pengiriman symbol-simbol sedemikian rupa agar membantu pendengar membangkitkan respons atau makna dari pemikiran yang serupa dengan yang dimaksudkan oleh komunikator.

 2. Carl I. Hovland

Komunikasi adalah suatu proses yang memungkinkan seseorang menyampaikan rangsangan (biasanya dengan menggunakan lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain.

 3. Colin Cherry

Komunikasi adalah proses dimana pihak-pihak saling menggunakan informasi dengan untuk mencapai tujuan bersama dan komunikasi merupakan kaitan hubungan yang ditimbulkan oleh penerus rangsangan dan pembangkitan balasannya.

 4. Onong Uchjana Effendy

Komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu, mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik secara lisan (langsung) ataupun tidak langsung (melalui media).

 5. Bernard Barelson & Garry A. Steiner

Komunikasi adalah proses transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan dan sebagainya dengan menggunakan simbol-simbol, kata-kata, gambar, grafis, angka, dan sebagainya.

 

 

Dimensi Komunikasi

            Komunikasi juga memiliki beberapa dimensi atau yang lebih dikenal sebagai prinsip-prinsip komunikasi yang terbagi menjadi 12 prinsip. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut :

 1. Prinsip I : Komunikasi Adalah Proses Simbolik

Salah satu kebutuhan pokok manusia , seperti dikatakan Susanne K. Langer, adalah kebutuhan simbolis atau penggunaan lambang. Manusia memang satu-satunya hewan yang menggunakan lambang , dan itulah yang membedakan manusia dengan hewan lainnya. Ernest Cassirer mengatakan bahwa keunggulan manusia atau mahluk lainnya adalah keistimewaan mereka sebagai animal symbolicum.

Lambang atau simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu lainnya, berdasarkan kesepakatan sekelompok orang. Lambang meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku non verbal, dan objek yang maknanya disepakati bersama. Kemampuan manusia menggunakan lambang verbal memungkinkan perkembangan bahasa dan menangani hubungan antara manusia dan objek (baik nyata maupun abstrak) tanpa kehadiran manusia atau objek tersebut.

 2. Prinsip II : Setiap Perilaku Mempunyai Potensi Komunikasi

Kita tidak dapat berkomunikasi (we cannot communicate). Tidak berarti bahwa semua perilaku adalah komunikasi. Alih-alih, komunikasi terjadi bila seseorang memberi makna pada perilaku orang lain atau perilakunya sendiri. Cobalah Anda minta seseorang untuk tidak berkomunikasi. Amat sulit baginya untuk berbuat demikian, karena setiap perilakunya punya potensi untuk di tafsirkan.

 3. Prinsip III : Komunikasi Punya Dimensi Isi dan Dimensi Hubungan

Dimensi isi disandi secara verbal, sementara dimensi hubungan disandi secara nonverbal. Dimensi isi menunjukkan muatan (isi) komunikasi, yaitu apa yang dikatakan. Sedangkan dimensi hubungan menunjukkan bagaimana cara mengatakannya yang juga mengisyaratkan bagaimana hubungan para komunikasi itu, dan bagaimana seharusnya pesan itu ditafsirkan.

 4. Prinsip IV : Komunikasi Berlangsung dalam Berbagai Tingkat Kesengajaan

Komunikasi dilakukan dalam berbagai tingkat kesengajaan, dari komunikasi yang tidak disengaja sama sekali hingga komunikasi yang benar-benar direncanakan dan disadari. Kesengajaan bukanlah syarat untuk berkomunikasi. Membatasi komunikasi sebagai proses yang disengaja adalah menganggap komunikasi sebagai instrumen, seperti dalam persuasi.

 5. Prinsip V : Komunikas Terjadi dalam Konteks Ruang dan Waktu

Makna pesan juga bergantung pada konteks fisik dan ruang (termasuk iklim, suhu intensitas cahaya, dan sebagainya), waktu, sosial dan psikologis. Waktu mempengaruhi makna terhadap suatu pesan. Kunjugan seorang mahasiswa kepada teman kuliahnya yang wanita pada malam minggu akan dimaknai lain bila dibandingkan dengan kedatangannya pada malam biasa. Kehadiran orang lain, sebagai konteks sosial juga akan mempengaruhi orang- orang yang berkomunikasi.

 6. Prinsip VI : Komunikasi Melibatkan Prediksi Peserta Komunikasi

Ketika orang-orang berkomunikasi, mereka meramalkan efek perilaku komunikasi mereka. Dengan kata lain, komunikasi juga terikat oleh aturan atau tatakrama. Artinya, orang-orang memilih strategi tertentu berdasarkan bagaimana orang yang menerima pesan akan merespons. Prediksi ini tidak selalu disadari, dan sering berlangsung cepat. Kita dapat memprediksi perilaku komunikasi orang lain berdasarkan peran sosialnya.

7. Prinsip VII : Komunikasi Bersifat Sistematik

Terdapat dua sistem dasar dalam transaksi komunikasi, yaitu Sistem Internal dan Sistem Eksternal. Sistem internal adalah seluruh sistem nilai yang dibawa oleh individu ketika ia berpartisipasi dalam komunikasim yang ia cerap selama sosialisasinya dalam berbagai lingkungan sosialnya (keluarga, masyarakat setempat, kelompok suku, kelompok agama, lembaga pendidikan, kelompok sebaya, tempat kerja, dan sebagainya). Istilah-istilah lain yang identik dengan sistem internal ini adalah kerangka rujukan (frame of reference), bidang pengalaman (field of experience), struktur kognitif (cognitive structure), pola pikir (thinking patterns), keadaan internal (internal states), atau sikap (attitude).

 8. Prinsip VIII : Semakin Mirip Latar Belakang Sosial-Budaya Semakin Efektiflah Komunikasi

Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang hasilnya sesuai dengan harapan para pesertanya (orang-orang yang sedang berkomunikasi).

 9. Prinsip IX : Komunikasi Bersifat Nonsekuensial

Meskipun terdapat banya model komunikasi linier atau satu arah, sebenarnya komunikasi manusia dalam bentuk dasarnya (komunikasi tatap-muka) bersifat dua-arah (sifat sirkuler). Ketika seseorang berbicara kepada seseorang lainnya, atau kepada sekelompok orang seperti dalam rapat atau kuliah, sebetulnya komunikasi itu bersifat dua-arah, karena orang-orang yang kita anggap sebagai pendengar atau penerima pesan sebenarnya juga menjadi “pembicara” atau pemberi pesan pada saat yang sama, yaitu lewat perilaku nonverbal mereka.

 10. Prinsip X : Komunikasi Bersifat Prosesual, Dinamis, dan Transaksional

Komunikasi sebagai proses dapat dianalogikan dengan pernyataan Herclitus enam abad sebelum Masehi bahwa “seorang manusia tidak akan pernah melangkah di sungai yang sama dua kali.”

 11. Prinsip XI : Komunikasi Bersifat Irreversible

Suatu perilaku adalah suatu peristiwa. Oleh karena merupakan suatu peristiwa, perilaku berlangsung dalam waktu dan tidak dapat “diambil kembali.” Bila anda memukul wajah seseorang dan meretakkan hidungnya, peristiwa tersebut dan konsekuensinya telah “terjadi”; Anda tidak dapat memutar kembali jarum jam dan berpura-pura seakan-akan hal itu tidak pernah terjadi.

 12. Prinsip XII : Komunikasi Bukan Panasea untuk Menyelesaikan Berbagai Masalah

Banyak persoalan dan konflik antarmanusia disebabkan oleh masalah komunikasi. Namun komunikasi bukanlah panasea (obat mujarab) untuk menyelasaikan persoalan atau tersebut mungkin berkaitan dengan masalah struktural. Agar komunikasi efektif, kendala struktural ini juga harus diatasi.

 

 

            Setelah kita mengetahui tentang komunikasi, sekarang saatnya kita mengetahui tentang leadership.

 

Definisi Leadership

Sekarang saya akan membahas tentang definisi leadership. Apa pengertian leadership ? Berikut ini saya akan memberikan informasi mengenai pengertian leadership dari beberapa ahli.

 

  1. Menurut Robert Dubin definisi atau pengertian kepemimpinan diartikan sebagai pelaksanaan otoritas dan pembuatan keputusan.
  2. George R. Terry memberikan definisi atau pengertian kepemimpinan sebagai aktivitas untuk mempengaruhi orang-orang supaya diarahkan untuk mencapai tujuan organisasi.
  3. Menurut J.L. Hemphill:definisi atau pengertian kepemimpinan adalah suatu inisiatif untuk bertindak yang menghasilkan suatu pola yang konsisten dalam rangka mencapai jalan pemecahan dari suatu persoalan bersama

 

Teori Kepemimpinan

            Para pembaca sekalian, ada beberapa teori yang menjelaskan tentang kepemimpinan. Teori-teori tersebut antara lain :

 1. Teori X dan Y

Teori ini dikemukakan oleh Douglas Mcgregor dalam bukunya yang berjudul The Human Side Enterprise. Teori ini menjelaskan tentang 2 pandangan, yaitu X dan Y.

  • Teori X

Teori ini menyatakan bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk pemalas yang tidak suka bekerja serta senang menghindar dari pekerjaan dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Pekerja memiliki ambisi yang kecil untuk mencapai tujuan perusahaan namun menginginkan balas jasa serta jaminan hidup yang tinggi. Dalam bekerja para pekerja harus terus diawasi, diancam serta diarahkan agar dapat bekerja sesuai dengan yang diinginkan perusahaan.

Teori X menyatakan bahwa sebagian besar orang-orang ini lebih suka diperintah, dan tidak tertarik akan rasa tanggung jawab serta menginginkan keamanan atas segalanya. Lebih lanjut menurut asumís teori X dari McGregor ini bahwa orang-orang ini pada hakekatnya adalah :

1. Tidak menyukai bekerja

2. Tidak menyukai kemauan dan ambisi untuk bertanggung jawab, dan lebih menyukai diarahkan atau diperintah

3. Mempunyai kemampuan yang kecil untuk berkreasi mengatasi masalah-masalah organisasi.

4. Hanya membutuhkan motivasi fisiologis dan keamanan saja.

5. Harus diawasi secara ketat dan sering dipaksa untuk mncapai tujuan organisasi.

 

  • Teori Y

Teori ini memiliki anggapan bahwa kerja adalah kodrat manusia seperti halnya kegiatan sehari-hari lainnya. Pekerja tidak perlu terlalu diawasi dan diancam secara ketat karena mereka memiliki pengendalian serta pengerahan diri untuk bekerja sesuai tujuan perusahaan. Pekerja memiliki kemampuan kreativitas, imajinasi, kepandaian serta memahami tanggung jawab dan prestasi atas pencapaian tujuan kerja. Pekerja juga tidak harus mengerahkan segala potensi diri yang dimiliki dalam bekerja.

Ini adalah salah satu teori kepemimpinan yang masih banyak penganutnya. Menurut McGregor, organisasi tradisional dengan ciri-cirinya yang sentralisasi dalam pengambilan keputusan, terumuskan dalam dua model yang dia namakan Theori X dan Teori Y.

Teori Y ini menyatakan bahwa orang-orang pada hakekatnya tidak malas dan dapat dipercaya, tidak seperti yang diduga oleh teori X. Secara keseluruhan asumís teori Y mengenai manusia adalah sbb :

1. Pekerjaan itu pada hakekatnya seperti bermain dapat memberikan kepuasan kepada orang. Keduanya bekerja dan bermain merupakan aktiva-aktiva fisik dan mental. Sehingga di antara keduanya tidak ada perbedaan, jika keadaan sama-sama menyenangkan.

2. Manusia dapat mengawasi diri sendiri, dan hal itu tidak bisa dihindari dalam rangka mencapai tujuan-tujuan organisasi.

3. Kemampuan untuk berkreativitas di dalam memecahkan persoalan-persoalan organisasi secara luas didistribusikan kepada seluruh karyawan.

4. Motivasi tidak saja berlaku pada kebutuhan-kebutuhan sosial, penghargaan dan aktualisasi diri tetapi juga pada tingkat kebutuhan-kebutuhan fisiologi dan keamanan.

5. Orang-orang dapat mengendalikan diri dan kreatif dalam bekerja jika dimotivasi secara tepat.

 

2. Teori sistem 4 Rensis Likert

Sebagai pengembangan, maka para ahli berusaha dapat menentukan mana di antara kedua gaya kepemimpinan itu yang paling efektif untuk kepentingan organisasi atau perusahaan. Salah satu pendekatan yang dikenal dalam menjalankan gaya kepemimpinan adalah empat sistem manajemen yang dikembangkan oleh Rensis Likert. Empat sistem tersebut terdiri dari:

  • Sistem 1, otoritatif dan eksploitif : manajer membuat semua keputusan yang berhubungan dengan kerja dan memerintah para bawahan untuk melaksanakannya. Standar dan metode pelaksanaan juga secara kaku ditetapkan oleh manajer.
  • Sistem 2, otoritatif dan benevolent: manajer tetap menentukan perintah-perintah, tetapi memberi bawahan kebebasan untuk memberikan komentar terhadap perintah-perintah tersebut. Bawahan juga diberiberbagai fleksibilitas untuk melaksanakan tugas-tugas mereka dalam batas-batas dan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan.
  • Sistem 3, konsultatif: manajer menetapkan tujuan-tujuan dan memberikan perintah-perintah setelah hal-hal itu didiskusikan dahulu dengan bawahan. Bawahan dapat membuat keputusankeputusan mereka sendiri tentang cara pelaksanaan tugas. Penghargaan lebih digunakan untuk memotivasi bawahan daripada ancaman hukuman.
  • Sistem 4, partisipatif : adalah sistem yang paling ideal menurut Likert tentang cara bagaimana organisasi seharusnya berjalan. Tujuan-tujuan ditetapkan dan keputusan-keputusan kerja dibuat oleh kelompok. Bila manajer secara formal yang membuat keputusan, mereka melakukan setelah mempertimbangkan saran dan pendapat dari para anggota kelompok. Untuk memotivasi bawahan, manajer tidak hanya mempergunakan penghargaan-penghargaan ekonomis tetapi juga mencoba memberikan kepada bawahan perasaan yang dibutuhkan dan penting.

 

3. Theory of Leadership Pattern Choice by Tannem Bawm

Bagaimana bisa seorang manajer mengatakan gaya manajemen apa yang digunakan? Pada tahun 1957, Robert Tannenbaum dan Warren Schmidt menulis salah satu artikel yang paling revolusioner yang pernah muncul dalam The Harvard Business Review. Artikel ini, berjudul “Bagamana Memilih sebuah Pola Kepemimpinan, adalah signifikan dalam bahwa itu menunjukkan gaya kepemimpinan adalah pilihan manajer. Di bagian atas diagram di bawah ini anda akan melihat akrab “Hubungan Oriented” dan “Tugas Berorientasi” kontinum, yang juga diberi label “Demokrasi” dan “otoriter.”

Diagram menunjukkan dimensi lain: “Sumber Otoritas”. Pada akhir demokratis diagram, manajer memungkinkan kebebasan karyawan. Pada akhir otoriter diagram kita melihat bahwa manajer adalah satu-satunya sumber otoritas. Kita pergi dari otoritas buruh untuk otoritas manajer. Berkaitan dengan masalah gaya kepemimpinan dan dengan pertanyaan seperti manajer dapat demokratis terhadap bawahan, namun mempertahankan otoritas yang diperlukan dan kontrol. untuk tujuan analisis mereka telah menghasilkan sebuah kontinum perilaku kepemimpinan mulai dari autoritarian styeles di satu ekstrem ke gaya demokratis di sisi lain, yang mereka sebut bos s-berpusat dan berpusat pada bawahan tidak seperti orang lain model kepemimpinan berusaha untuk menyediakan kerangka kerja untuk analisis dan pilihan individu. Para penulis mengusulkan tiga faktor utama yang menjadi pilihan tergantung pola kepemimpinan:

  • kekuatan di manajer (egattitudes, kepercayaan, nilai-nilai)
  • kekuatan di bawahan (egtheir sikap, kepercayaan, nilai dan harapan dari pemimpin)
  • kekuatan dalam situasi (egpreasure dan kendala yang dihasilkan oleh tugas-tugas, iklim organisasi dan lain-lain faktor extrancous).

 

Para pembaca yang saya hormati, terima kasih karena telah membaca tulisan saya ini. Saya mohon maaf bila terdapat kesalahan dalam penulisan artikel ini. Saya berharap informasi yang saya berikan ini dapat bermanfaat untuk kalian semua. Terima Kasih.

 

 

Sumber :

http://belajarpsikologi.com/pengertian-kepemimpinan-menurut-para-ahli/

http://kgiaji.wordpress.com/tag/12-prinsip-komunikasi/‎

http://welcometomynotes.blogspot.com/2012/10/5-definisi-komunikasi-menurut-para-ahli.html

Definisi Sehat

Para pembaca semua pasti sudah tidak asing lagi dengan kata “sehat” . Setiap hari kita melakukan aktifitas yang memerlukan energi yang cukup dan fungsi tubuh yang baik. Dengan kata lain, sehat adalah kondisi yang dibutuhkan untuk melakukan aktifitas-aktifitas tersebut. Nah, tetapi apa kalian sudah mengetahui arti kata sehat sebenarnya ? Jika belum, disini penulis akan menjelaskan definisi sehat dari berbagai sumber yang penulis dapatkan.

 

Di dalam Undang-undang, definisi sehat dijelaskan sebagai keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial, yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Itu berarti, bahwa sehat tidak hanya harus dimiliki oleh tubuh kita, melainkan juga harus dimiliki oleh jiwa dan sosial kita.

 

Kemudian, menurut lembaga kesehatan dunia atau yang lebih kita kenal sebagai WHO, mendefinisikan sehat yang mempunyai karakteristik berikut :

 

  1. Memperhatikan individu sebagai sebuah system yang menyeluruh.
  2. Memandang sehat dengan mengidentifikasi lingkungan internal dan eksternal
  3. Penghargaan terhadap pentingnya peran individu dalam hidup

 

Dengan demikian, penulis dapat menyimpulkan bahwa sehat adalah kondisi seseorang baik jiwa dan raganya berada dalam kondisi yang optimal, sehingga memungkinkan seseorang untuk melakukan suatu aktivitas tertentu.

 

 

Sumber :

http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2012/11/29/memahami-definisi-sehat-512845.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Kesehatan

Hubungan Antara Ekologi Dengan Perkembangan Sistem Komunikasi

Hubungan Antara Ekologi Dengan Perkembangan Sistem Komunikasi

Ekologi

Ekologi berasal dari kata Oikos dalam bahasa Yunani yang berarti habitat, dan kata Logos yang berarti ilmu. Dalam pengertian yang sempit, Ekologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme dengan lingkungannya dan yang lainnya. Dalam pengertian yang luas, Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya. Istilah ekologi pertama kali dikemukakan oleh Ernst Haeckel (1834-1914). Dalam ekologi, makhluk hidup dipelajari sebagai kesatuan atau sistem dengan lingkungannya.

Komunikasi

Komunikasi berasal dari kata Communicare atau Communis dalam bahasa Latin yang berarti sama atau milik bersama. Jadi, jika kita berkomunikasi dengan orang lain, berarti kita berusaha agar apa yang disampaikan kepada orang lain tersebut menjadi miliknya. Menurut Roben J.G, komunikasi adalah kegiatan perilaku atau kegiatan penyampaian pesan atau informasi tentang pikiran atau perasaan.

Tujuan Komunikasi :

1. Mempelajari atau  mengajarkan sesuatu

2. Mempengaruhi perilaku seseorang

3. Mengungkapkan perasaan

4. Menjelaskan perilaku sendiri atau  perilaku orang lain

5. Berhubungan dengan orang lain

6. Menyelesaian sebuah masalah

7. Mencapai sebuah tujuan

8. Menurunkan ketegangan dan menyelesaian konflik

9. Menstimulasi minat pada diri sendiri atau orang lain

Bentuk Komunikasi :

  1. Komunikasi Langsung àKomunikasi tanpa menggunakan alat, berbentuk kata-kata, gerakan-gerakan yang berarti khusus dan penggunaan isyarat.
  2. Komunikasi Tidak Langsung àKomunikasi menggunakan alat dan mekanisme untuk melipat gandakan jumlah penerima pesan ataupun untuk menghadapi hambatan geografis.

Hubungan Ekologi Dengan Perkembangan Sistem Komunikasi

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa ekologi merupakan ilmu yang mempelajari interaksi antara individu dengan individu lain. Dalam melakukan suatu interaksi baik dengan individu lain maupun dengan lingkungan, diperlukan adanya komunikasi. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa lepas dari kebutuhan komunikasi. Dalam era globalisasi seperti sekarang ini, kebutuhan manusia dalam melakukan komunikasi semakin dibutuhkan. Sehingga, hal tersebut mendesak manusia untuk terus melakukan inovasi dalam hal sistem komunikasi.

Sistem komunikasi dewasa ini berkembang semakin pesat, sehingga komunikasi dapat dilakukan kapanpun, dimanapun, dan oleh siapapun tanpa terhalang oleh jarak dan waktu. Perkembangan alat komunikasi seperti handphone sudah menjadi hal yang “wajib” dimiliki oleh setiap orang untuk melakukan interaksi dengan individu lain secara instan. Selain itu, zaman modern telah menemukan suatu inovasi berupa internet. Manusia pun dapat lebih mudah berinteraksi dengan orang lain, bahkan dengan orang yang tidak dikenal sekalipun melalui Social Network, seperti Facebook dan Twitter. Oleh karena itu, ekologi memiliki hubungan dengan  perkembangan sistem komunikasi. Didalam suatu hal, terdapat beberapa dampak-dampak yang akan ditimbulkan, termasuk dalam perkembangan sistem komunikasi. Berikut ini adalah dampak-dampak perkembangan sistem komunikasi terhadap ekologi.

Dampak Positif :

  1. Informasi yang ada di masyarakat dapat langsung dipublikasikan dan diterima oleh masyarakat.
  2. Hubungan sosial antar masyarakat dapat berlangsung dimana saja dan kapan saja.
  3. Sosialisasi kebijakan pemerintah dapat lebih cepat disampaikan kepada masyarakat.
  4. Tumbuhnya sikap percaya diri dan motivasi tinggi.
  5. Adanya “share” budaya antar daerah.

Dampak Negatif :

  1. Timbulnya jenis kejahatan baru.
  2. Maraknya perilaku menyimpang yang terjadi di kalangan masyarakat pada umumnya dan remaja pada khususnya.
  3. Menurunnya tingkat kepercayaan kepada lingkungan sekitar.
  4. Kurangnya ruang privasi.
  5. Masuknya budaya asing yang kurang baik dan tidak difilter.
  6. Meningkatnya angka pengangguran.

Sumber :

http://id.wikipedia.org/wiki/Ekologi

http://ml.scribd.com/doc/17403518/pengertian-komunikasi

http://nurkhoirionline.blogspot.com/2011/07/dampak-perkembangan-teknologi.html

Energi

ENERGI

 

A.Usaha

Energi dapat muncul dalam berbagai wujud. Akan tetapi, energi pada dasarnya selalu berhubungan dengan usaha. Usaha terjadi jika ada gaya (F) yang menggerakan benda dalam jarak tertentu (s). Sehingga, usaha (W) didefinisikan sebagai gaya kali jarak.

W = F . s

Ket. :   W = Usaha

F = Gaya

s = Jarak

 

B.Energi

Energi didefinisikan sebagai kemampuan melakukan usaha. Melepaskan energi berarti melakukan usaha dan melakukan usaha pada sesuatu berarti menambah energi sesuatu itu. Oleh karena itu, energi dan usaha sebenarnya adalah konsep yang sama dan sebanding. Sehingga dirumuskan :

E = W = F . s

Ket. :   E = Energi

W = Usaha

F = Gaya

s = Jarak

 

 

C.Energi Kinetik

Jika seseorang sedang melemparkan bola, agar bola bergerak maka orang tersebut harus melakukan usaha. Orang tersebut mengeluarkan gaya sebesar F dan sejauh s. Karena itu, bola ini mengalami energi gerak atau energi kinetik. Turunan matematik sederhana menyatakan bahwa :

Ek = ½ .m.v2

Ket. :   Ek = Energi Kinetik

m = Massa

v = Kecepatan

 

D.Energi Potensial

Jika seseorang mengangkat beban setinggi h, orang tersebut melakukan gaya sebesar W. Maka, dia melakukan usaha W.h = m.g.h . Benda tidak bergerak, tetapi dia mendapat energi tambahan sebesar m.g.h hanya karena benda tersebut berada pada bidang gravitasi bumi. Energi ini disebut energi potensial, dan dirumuskan sebagai :

Ep = m.g.h

Ket. :   Ep = Energi Potensial

m = Massa

g = Gravitasi Bumi

h = Ketinggian

 

E.Kekekalan Energi

Ketika konsep energi dikembangkan, ahli fisika secara bertahap menyadari bahwa energi adalah kekal.Kekekalan energi menjelaskan kepada kita bahwa seluruh energi sebuah sistem tidak berubah sekalipun bentuk energi dapat diubah-ubah.

 

 

 

Sumber :

Gonick, Larry dan Art Huffman. 2001. Kartun Fisika. Jakarta: KPG

« Older entries